“Bagi kita, orang Islam, tak ada sosialisme atau rupa-rupa “isme” lain-lainnya, yang lebih baik, lebih elok dan lebih mulia, melainkan sosialisme yang berdasar Islam itulah saja” (HOS Tjokroaminoto)
Dasarnya
Sosialisme Islam
“Kaanannasu ummatan wahidatan”
“Kaanannasu ummatan wahidatan”
Peri-kemanusiaan
adalah menjadi satu persatuan”, begitulah pengajaran di dalam Qur’an yang suci
itu, yang menjadi pokoknya sosialisme. Kalau segenap peri-kemanusiaan kita
anggap menjadi satu persatuan, tak boleh tidak wajiblah kita berusaha akan
mencapai keselamatan bagi mereka semuanya.
Ada
lagi satu sabda Allah di dalam Al Qur’an memerintahkan kepada kita, bahwa kita
“harus membikin perdamaian (keselamatan) diantara kita”. Lebih jauh di
dalam al Qur’an ada dinyatakan, bahwa “kita ini telah dijadikan dari
seorang-orang laki-laki dan seorang-orang perempuan” dan “bahwa Tuhan
telah memisah-misahkan kita menjadi golongan-golongan dan suku-suku, agar
supaya kita mengetahui satu sama lain”.
Nabi
kita Muhammad s.a.w. telah bersabda, bahwa “Tuhan telah menghilangkan
kecongkakan dan kesombongan di atas asal turunan yang tinggi. Seorang Arab
tidak mempunyai ketinggian atau kebesaran yang melebihi seorang asing,
melainkan barang apa yang telah yakin bagi dia karena takut dan baktinya kepada
Tuhan”. Bersabda pula Nabi kita s.a.w. bahwa “Allah itu hanyalah satu
saja, dan asalnya sekalian manusia itu hanyalah satu, mereka ampunnya agama
hanyalah satu juga”.
Berasalan
sabda Tuhan dan sabda Nabi yang saya tirukan ini, maka nyatalah, bahwa sekalian
anak Adam itu ialah anggotanya satu badan yang beraturan (organich lichaam),
karena mereka itu telah dijadikan dari pada satu asal. Apabila salah satu
anggotanya mendapat sakit, maka kesakitannya itu menjadikan rusak teraturnya
segenap badan (organisme).
Barang
apa yang telah saya uraikan ini, adalah saya pandang menjadi pokoknya
sosialisme yang sejati, yaitu sosialisme cara Islam (bukan sosialisme cara
Barat).
Akan
menunjukkan, bahwa agama Islam itu sungguh-sungguh menuju perdamaian dan
keselamatan, maka di dalam bab ini baiklah saya uraikan maknanya perkataan
“Islam”. Adapun makna ini adalah empat rupa:
- Islam –menurut pokok kata “Aslama” –maknanya: menurut kepada Allah dan kepada utusannya dan kepada pemerintahan yang dijadikan dari pada umat Islam. (“Ya ayyuhalladzina amanu athi’ulloha wa’athi urrosula waulilamri minkum”)
- Islam –menurut pokok kata “Salima” –maknanya: selamat. Tegasnya: apabila orang dengan sungguh-sungguh menjalankan perintah-perintah agama Islam, maka tak boleh tidak ia akan mendapat keselamatan di dunia dan keselamatan di akhirat, karena orang Islam itu harus bertabi’at selamat, begitulah menurut hadist sabda Nabi kita yang suci Mohammad s.a.w.: “Afdhalul mukminina islaman man salimal muslimuna min lisanihi wayadihi”, artinya: orang mukmin yang teranggap utama dalam pada menjalankan agama Islam, ialah mereka yang mempunyai tabi’at selamat yang menyelamatkan sekalian orang Islam, karena dari pada bicaranya dan tangannya.
- Islam, menurut pokok-kata “Salmi” –maknanya: rukun. Tegasnya: orang yang menjalankan agama Islam haruslah rukun. (An aqimuddina wala tatafarraq fiha”, artinya: Hendaklah (kamu) mendirikan agama (Islam) dan janganlah (kamu) sama berselisihan.
- Islam, menurut pokok-kata “Sulami”– maknanya: tangga, ialah tangga atau tingkat-tingkat untuk mencapai keluruhan dunia dan keluruhan akhirat. Jikalau orang Islam dengan sungguh-usngguh menjalankakn agamanya, maka tak boleh tidak mereka akan mencapai derajat yang tinggi sebagai yang telah di jalankan oleh khulafaurrasyidin.
Dasarnya
Perintah-perintah Agama yang Bersifat Sosialistich
Dalam
pada mengarangkan perintah-perintah yang berhubungan dengan jalannya ibadah,
maka Nabi kita Muhammad s.a.w., ialah pengubah terbesar tentanghal-ikhwal
pergaulan hidup manusia bersama (sociale Hervormer) yang terkenal oleh
dunia, tiadalah melupakan asas-asas demokrasi tentang persamaan dan
persaudaraan dan juga asas-asas sosialisme.
Menurut
perintah-perintah agama yang telah ditetapkan oleh Nabi kita, maka sekalian
orang Islam, kaya dan miskin, dari rupa-rupa bangsa dan warna kulit, pada
tiap-tiap hari Jum’at haruslah datang berkumpul di dalam masjid dan menjalankan
shalat dengan tidak mengadakan perbedaan sedikitpun juga tentang tempat dan
derajat, di bawah pimpinannya tiap-tiap orang yang dipilih di dalam perkumpulan
itu. Dua kali dalam tiap-tiap tahun sekalian penduduknya satu kota atau tempat,
datanglah berkumpul akan menjalankan shalat dan berjabatan tangan serta
berangkul-rangkulan satu sama lain dengan rasa persaudaraannya. Dan akhirnya
tiap-tiap orang Islam diwajibkan satu kali di dalam hidupnya akan mengunjungi
Mekah pada waktu yang telah ditentukan, bersama dengan berpuluhdan beratus ribu
saaudaranya Islam.
Di
dalam kumpulan besar ini, beribuan mereka yang datang dari tempat yang dekat
tempat yang jauh sama bertemuan disatu tempat pusat, semuanya sama berpakaian
satu rupa yang sangat sederhana, buka kepala dan kaki telanjang, orang-orang
yang tertinggi dan terendah derajatnya dari rupa-rupa negeri dan tempat,
rupa-rupa pula bangsa dan warna kulitnya; kumpulan besar yang kejadian pada
tiap-tiap tahun ini adalah satu pertunjukan sosialme cara Islam dan ialah
contoh besar dari pada “persamaan” dan “persaudaraan”. Di dalam kumpulan ini
tidak menampak perbedaan sedikitpun juga diantara seorang raja dengan hambanya.
Hal inilah bukan saja menanam tetapi juga melakukan (mempraktekkan) perasaan,
bahwa segala manusia itu termasuk bilangannya satu persatuan dan diwajibkan
kepada mereka itu akan berlaku satu sama lain dengan persamaan yang sempurna
sebagai anggota-anggotanya satu persaudaraan.
Kumpulan
besar yang kejadian pada tiap-tiap tahun ini bukan saja menunjukkan persamaan
harga dan persamaan derajat diantara orang dengan orang, tetapi juga
menunjukkan persatuan maksud dan tujuan pada jalannya segenap peri-kemanusiaan.
Berpuluh ribu orang laki-laki dan perempuan, tua dan muda, datang di lautan
pasir itu dengan segala kemudaratan di dalam perjalannya, hanyalah dengan satu
maksud yaitu akan menunjukkan kehormatan dan kepujiannya kepada satu Allah,
yang meskipun mereka bisa mendapatkan dimana-mana tempat dan pada tiap-tiap
saat, tetapi kecintaan mereka kepada Allah itu diperumumkan di dalam satu
kumpulan bersama-sama sebagai Tuhan mereka bersama, ialah Tuhan yang mencinta
mereka semuanya –Rabbil ‘alamin. Cita-cita yang terlahir di dalam kumpulan
besar ini ialah guna menunjukkan pada waktu yang bersama akan keadaan lahir
yang membuktikan persaudaraan bersama dan rasa cinta-mencinta di dalam batin,
agar supaya di dalam rohnya tiap-tiap orang Islam tertanamlah cita-cita bersal
dari satu Tuhan dan cita-cita persaudaraan diantara manusia dengan manusia.
Sosialisme
di dalam Islam bukan saja diajarkan sebagai teori, tetapi dilakukan
(dipraktikkan) juga sebagai wajib.
Kedermawanan
Cara Islam
Nabi
kita menyuruh kita berlaku dermawan dengan asas-asas yang bersifat sosialis.
Sedang Quran berulang-ulang menyatakan, bahwa memberi sedekah itu bukannya
bersifat kebajikan, tetapi bersifat satu wajib yang keras dan tidak boleh
dilalaikannya. Kecuali yang lain-lainnya, maka tentang pemberian sedekah itu
Allah ta’ala ada bersabda di dalam Quran beginilah maksudnya:
“Kamu
tidak pernah akan dapat mencapai keadilan, kecuali apabila kamu telah
memberikan daripada apa yang kamu cintai; dan Tuhan mengetahui apa yang kamu
berikan itu”.
Di
satu tempat yang lain, Allah ta’ala bersabda di dalam Quran begini maksudnya:
“Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.
“Barang siapa memberi sedekah dari pada kekayannya, guna membuat lebih suci dirinya. Dan tidak supaya kebajikannya akan diberi upahan. Tetapi barang siapa memberikan kekayannya untuk keperluan perkaranya dia punya Tuhan, yaitu Tuhan yang Maha luhur. Dan kemudiannya tidak boleh tidak dia akan bersenang dengan dia punya upahan”.
Masih
ada lagi lain-lain perintah Tuhan yang mewajibkan kita memberi sedekah dari
pada kekayaan kita. Satu dua sabda Nabi kita, yang menunjukkan sifat sosialis
yang terkandung di dalam aturan pemberian sedekah, adalah seperti yang berikut:“Sekalian
makhluk Tuhan adalah Tuhan ampunnya keluarga dan ialah yang sangat berbakti
(percaya) kepada Tuhan yaitu barang siapa berusaha berbuat sebanyak-banyaknya
kebajikan kepada makhluk Tuhan”.
“Memberi sedekah adalah satu wajib bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya diberikan kepada orang miskin”.“Siapakah yang sangat dikasihi oleh Tuhan? Yaitu barang siapa mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi makhluk Tuhan”.
“Memberi sedekah adalah satu wajib bagi kamu. Sedekah hendaklah diberikan oleh orang kaya diberikan kepada orang miskin”.“Siapakah yang sangat dikasihi oleh Tuhan? Yaitu barang siapa mendatangkan sebesar-besarnya kebaikan bagi makhluk Tuhan”.
Sepanjang
pengetahuan saya, maka hanyalah Nabi kita itu saja pemberi wet yang telah
menetapkan ukuran besar-kecilnya kedermawanan yang berupa sedekah. Sepanjang
kemauan Islam maka sedekah ada dua macamnya, yaitu sedekah yang bergantung dari
kemauannya pemberi, dan sedekah yang diwajibkan, ialah zakat namanya. Menurut
perintah Tuhan di dalam Al Qur’an maka zakat haruslah diberikan kepada delapan
golongan manusia: 1. Orang-orang fakir; 2. Orang-orang miskin; 3. ‘Amil, yaitu
orang-orang yang diserahi pekerjaan mengumpulkan dan membagi zakat; 4.
Mu’amalah kulubuhum (mereka yang hatinya harus dilembekkan akan menurut kepada
agama Islam), yakni orang-orang yang meskipun sudah masuk agama Islam, tetapi
kerajinannya kepada agama masih lembek, atau orang-orang ternama yang boleh
melakukan pengaruh di atas masuknya lain-lain orang kepada agama Islam; 5. Buat
membeli lepas orang-orang budak belian. 6. Orang-orang berhutang yang tidak
berkuasa membayar hutang itu, yakni hutang untuk keperluan ke-islaman; 7.
Orang-orang yang melakukan perbuatan untuk memajukan agama Tuhan dan 8.
Orang-orang bepergian, yang tidak akan dapat menyampaikan maksud perginya kalau
tidak dengan pertolongannya sesama orang Islam.
Adapun
besarnya zakat adalah ditentukan sekian, sehingga apabila segenap
peri-kemanusiaan menurut hukum Islam tentang zakat, ditambah pula dengan
kedermawanan yang lain-lainnya sebagai yang dikehendaki oleh Islam, maka di dunia
kita akan datanglah peri-keadaan sosialisme, peri-keadaan sama rata sama rasa,
ialah peri-keadaan selamat.
Maksudnya
melakukan perintah tentang kedermawanan di dalam wet Islam, ternyata ada tiga
rupa, yang mana masing-masing sama mempunyai dasar sosialis.
- Akan membangun rasa ridha mengorbankan diri dan rasa melebihkan keperluan umum dari pada keperluan diri sendiri. “Lebih baik mati sendiri, tetapi janganlah membiarkan lain orang mati karena kelaparan”, –inilah rupanya yang telah menjadi pokoknya cita-cita.
- Akan membahagi kekayaan sama-rata di dalam dunia Islam. Dengan lantaran menjadikan peberian zakat sebagai salah satu rukun Islam, adalah dikehendaki; supaya umpamanya ada orang mendapat tinggalan warisan harta-benda yang besar, orang-orang yang miskin dan kekurangan akan mendapat bahagian dari pada kekayaan itu.
- Akan menuntun persaan orang, supaya tidak anggap kemiskinan itu satu kehinaan, supaya orang anggap kemiskinan itu ada lebih baik dari pada kejahatan. Sekalian orang suci dalam Islam sukalah menjadi miskin, sedang kita punya Nabi yang mulia itu sendiri telah berkata: “Kemiskinan itu menjadikan besar hati saya”. (Al Fakir fakhri).
Dasar sosialistik yang tersebut ketiga ini perlu sekali
ditanamkan dalam hati orang dalam pergaulan hidup bersama antara bangsa Arab
pada zaman dulu, karena banyaklah diantara mereka yang congkak di atas
asal-turunan dan peri-keadaan yang asal dari nenek moyangnya, tetapi lebih
perlu pula sekarang ini ditanamkan dalam hatinya orang-orang bangsawan dan
hartawan dalam pergaulan hidup bersama pada zaman sekarang.
Persaudaraan
Islam
Islam
adalah sebenar-benarnya satu agama yang bersifat demokratis dan telah
menetapkan beberapa banyak hukum yang bersifat demokratis bagi orang-orang yang
memluk dia. Islam menentukan persaudaraan yang harus dilakukan benar-benar
diantara orang-orang Islam di negeri yang mana pun juga, baik yang berkulit
merah ataupun berkulit kuning, berkulit putih atau hitam, yang kaya atau yang
miskin. Persaudaraan Islam sangatlah elok dan indah sifatnya. Ia dapat
menghilangkan permusuhan yang asal dari turun-turunan yang sudah berabad
lamanya; orang asing dijadikannya sahabat karib dan persahabatannya itu lebih
kuat dari pada perhubungan saudara yang asal dari darah.
Persaudaraan
Islam sampai pada tingkat yang tinggi sekali, yaitu terbukti: sepeninggalnya
Nabi Muhammad s.a.w. pimpinan Republik Arab tidak diberikan kepada kaluarganya
yang terdekat dan tercinta, tetapi diberikan kepada salah seorang sahabtnya.
Isalm telah menghapuskan perbdaan karena bangsa dan karena kulit sampai begitu
luasnya, sehingga beberapa orang Abyssine yang “hitam kulitnya” telah menjadi
pemimpin yang sangat terhotmat diantara orang-orang Islam, sedang tiga orang
anggota yang sangat ternama dari pada pergaulan hidup Islam bersama –yaitu
Hasan, Bilal dan Suhail masing-masing berasal dari Basrah, Habash, (Abyssine)
dan Rum (Tuki di Azie) –ketiganya ini berbeda-beda juga warna kulitnya. Islam
membunh perbedaan karena kaste dan karena klas begitu sempurna, sehingga
orang-orang budak belian telah dijadikan komandan dari bala-tentara Islam
memerintah di atas orang-orang dari asal turunan yang tinggi dan tinggi pula
derajatnya. Perkawinan antara budak belian dengan orang merdeka yang ternama
dirayakan dengan seharusnya, dan anak-anak yang terlahir dari pada mereka
dihormat satu rupa juga sebagai anak-anak turunan bangsawan.
Di
Hindustan adalah beberapa raja pada dulu-kala yang asal turunan dari
orang-orang budak belian. Diantara yang lain-lainnya, maka raja Kutubuddin yang
ketika masih anak-anak menjadi budak belian, telah memerintahkan negeri yang
amat besar dengan segala kebijaksanaan. Beberapa orang dari pada raja-raja yang
tersebut itu, ialah pemimpin yagn sangat bijaknya dan mashur karena tinggi
pelajarannya.
Menara
Kutub Minar di kota Delhi (Hindustan), yang didirikan oleh raja yang
pertama-tama asal budak belian di Hindustan pada permulaan abad yang ke 13,
sekarang ini masih berdiri sebagai protes terhadap kepada pengarang-pengarang
bangsa Eropa yang dengan buta-tulinya senantiasa membusuk-busukkan aturan budak
belian Muslim. Kutub Minar itulah satu tanda peringatan yang gagah menunjukkan
betapa besar jasanya Islam kepada orang-orang budak Islam.