Kamis, 31 Maret 2011

PEMIKIRAN MOHAMMAD ABDUH DALAM PEMBARUAN ISLAM DI MESIR

Disusun oleh
Mahmud Adibil Mukhtar
BAB I
PENDAHULUAN

            Muhammad Abduh termasuk salah satu pembaharu agama dan sosial di Mesir pada abad ke 20 yang pengaruhnya sangat besar di dunia Islam. Dialah penganjar yang sukses dalam membuka pintu ijtihad untuk menyesuaikan Islam dengan tuntutan zaman modern.
Di dunia Islam Ia terkenal dengan pembaharuannya di bidang keagamaan, dialah yang menyerukan umat Islam untuk kembali kepada Al Quran dan Assunnah as Sahihah. Ia juga terkenal dengan pembaharuannya dibidang pergerakan (politik), dimana Ia bersama Jamaludin al-Afgani menerbitkan majalah al’Urwatul Wutsqa di Paris yang makalah-makalahnya menghembuskan semangat nasionalisme pada rakyat Mesir dan dunia Islam pada umumnya.
Disamping Ia dikenal sebagai pembaharu dibidang keagamaan dan pergerakan (politik), Ia juga sebagai pembaharu dibidang pendidikan Isalam, dimana Ia pernah menjabat Syekh atau rektor Universitas AlAzhar di Cairo Mesir. Pada masa menjabat rektor inilah Ia mengadakan pembaharuan-pembaharuan di Universitas tersebut,yang pengaruhnya sangat luas di dunia Islam. Dan usaha–usaha pembaharuan inilah yang akan dibahas dalam makalah ini.
           



BAB II
PEMBAHASAN
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada tahun 1849 M dan wafat pada tahun 1905 M. Ayahnya, Abduh bin Hasan Khairullah, mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki. Sedangkan ibunya, mempunyai silsilah keturunan dengan tokoh besar Islam, Umar bin Khattab.
Pendidikan pertama yang ditekuni Muhammmad Abduh adalah belajar Al-Qur'an, dan berkat otaknya yang cemerlang maka dalam waktu dua tahun, ia telah hafal kitab suci dalam usia 12 tahun. Pendidikan formalnya dimulai ketika ia dikirim ayahnya ke perguruan agama di masjid Ahmadi yang terletak di desa Thantha. Namun karena sistim pembelajarannya yang dirasa sangat membosankan, akhirnya ia memilih untuk menimba ilmu dari pamannya, Syekh Darwisy Khidr di desa Syibral Khit yang merupakan seseorang berpengetahuan luas dan penganut paham tasawuf. Selanjutnya, Muhammad Abduh melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, di Kairo dan berhasil menyelesaikan kuliahnya pada tahun 1877.
Muhammad Abduh dibesarkan dalam asuhan keluarga yang tidak  ada hubungannya dengan dunia pendidikan sekolah tetapi mempunyai jiwa keagamaan yang teguh. Proses pendidikannya dimulai dengan belajar Al-Quran sebelum oleh orangtuanya diserahkan kepada seorang guru agama di  Masjid Tanta untuk  belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmu agama dari Syekh Ahmad tahun  1862.
Pada usia 16 tahun, Abduh menikah. Tidak lama kemudian, ia kembali ke Tanta setelah mendapat nasihat dari pamanya  Syekh Darwis seorang penganut tarekat Sanusiyah. Setelah menyelesaikan studi di Tanta,  pada tahun 1866 Muhammad Abduh melanjutkan studinya di Al-Azhar dan selesai pada tahun 1877 dengan mencapai gelar Alim.
Setelah tamat dari Al-Azhar, Muhammad Abduh kemudian  mengajar di almamaternya dan Darul Ulum, disamping mengajar di rumahnya. Di antara buku  yang diajarkannya adalah buku akhlak karangan Ibnu Maskawih, buku Muqaddimah karangan Ibnu Khaldun dan sejarah kebudayaan Eropa karangan  Guizote yang diterjemahkan oleh Al-Thanthawi.
Sejarah Perjuangan dan Kehidupan Politik

Setelah Abduh menyelesaikan studinya di al Azhar pada tahun 1877, atas usaha Perdana Menteri Mesir, Riadl Pasya, ia di angkat menjadi dosen pada Universitas Darul Ulum dan Universitas al Azhar. Dalam memangku jabatannya itu, ia terus mengadakan perubahan-perubahan yang radikal. Dia menggugat model lama dalam bidang pengajaran dan dalam memahami dasar-dasar keagamaan sebagaimana yang dialaminya sewaktu belajar di masjid al-Ahmadi dan di al Azhar. Dia menghendaki adanya sistim pendidikan yang mendorong tumbuhnya kebebasan berpikir, menyerap ilmu-ilmu modern dan membuang
cara-cara lama yang kolot dan fanatik Sebagai murid Jamaluddin al-Afghani, maka pikiran politiknya pun sangat dekat dengannya. Al Afghanyadalah seorang revolusioner yang secara serius memandang penting bangkitnya bangsa-bangsa timur guna melawan dominasi Barat.
Pada tahun 1879, pemerintahan Mesir berganti dengan turunnya Chedive Ismail dan digantikan puteranya, Taufiq Pasya. Pemerintahan yang baru ini sangat kolot dan reaksioner sehingga berdampak pada dipecatnya Abduh dari jabatannya dan diusirnya al Afghany dari Mesir. Tetapi pada tahun berikutnya Abduh kembali mendapatkan tugas dari pemerintah untuk memimpin penerbitan majalah "al Wakai' al Mishriyah". Kesempatan ini dimanfaatkan Abduh untuk menuangkan isi hatinya dalam bentuk artikel-artikel serta pemerintah tentang nasib rakyat, pendidikan dan pengajaran di Mesir.
Pada tahun 1882, Abduh dibuang ke Syiria (Beirut) karena dianggap ikut andil dalam pemberontakan yang terjadi di Mesir pada saat itu. Disini ia mendapat kesempatan untuk mengajar di Universitas Sulthaniyah selama kurang lebih satu tahun.
Pada permulaan tahun 1884, Abduh pergi ke Paris atas panggilan al Afghany yang pada waktu itu telah berada disana. Bersama al Afghany, disusunlah sebuah gerakan untuk memberikan kesadaran kepada seluruh umat Islam yang bernama "al 'Urwatul Wutsqa". Untuk mencapai cita-cita gerakan tersebut, diterbitkanlah pula sebuah majalah yang juga diberi nama "al 'Urwatul Wutsqa". Suara kebebasan yang ditiupkan al Afghany dan Abduh melalui majalah ini menggema ke seluruh dunia dan memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap kebangkitan umat Islam. Sehingga dalam waktu yang sangat singkat, kaum imperialis merasa khawatir atas gerakan ini dan akhirnya pemerintah Inggris melarang majalah tersebut masuk ke wilayah Mesir dan India.
Pada akhir tahun 1884, setelah majalah tersebut terbit pada edisi ke-18, pemerintah Perancis melarang diterbitkannya kembali majalah 'Urwatul Wutsqa. Kemudian Abduh diperbolehkan kembali ke Mesir dan al Afghany melanjutkan pengembaraannya ke Eropa.
Setelah kembali ke Mesir, Abduh kembali diberi jabatan penting oleh pemerintah Mesir. Ia juga membuat perbaikan-perbaikan di Universitas al Azhar. Puncaknya, pada tanggal 3 Juni 1899, Abduh mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Mesir untuk menduduki jabatan sebagai Mufti Mesir. Kesempatan ini dimanfaatkan Abduh untuk kembali berjuang meniupkan ruh perubahan dan kebangkitan kepada umat Islam.

Metode Muhammad Abduh dalam pembaharuan
            Dalam melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang bahwa suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa. Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga dilakukan melalui perbaikan metode pemikiran pada umat islam. Melaui pendidikan, pembelajaran,dan perbaikan akhlaq. Juga dengan pembentukan masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan agama islam. Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih panjang dan lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan. Sebagaimana telah didefinisikan bahwa pembaharuan (tajdid) adalah kebangkitan dan penghidupan kembali dalam bidang keilmuan Islam dan aplikasi sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para sahabat. Yang selama ini sempat hilang, terlupakan, bahkan terhapus dari tubuh umat Islam.
            Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad Abduh bahwa metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal ini beliau membagi umat Islam kepada 2 bagian yaitu:
1.      Mereka yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang berhubungan dengan itu semua. Mereka itu yang biasa disebut al-muqallid.
2.      Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan kagum akan barat serta berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan kemajuannya dalam bidang materi.
            Metode dalam pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh adalah mengambil jalan tengah antara kedua kelompok diatas. Menyeimbangkan antara kedua jalan tersebut. Yaitu antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan taqlid dan mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat baik itu pada budaya dan disiplin ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam metode pembaharuannya: “sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”. Yang dimaksud dengan salaful umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber yang asli yaitu al-qur’an dan al-hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh para salafus shaleh terdahulu.
Dampak pemikiran Muhammad Abduh dalam pemikiran islam kontemporer
            Mohammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan pembaharuan dalam pemikiran Islam. Ide-idenya yang cemerlang, meninggalkan dampak yang besar dalam tubuh pemikiran umat Islam. beliaulah pendiri sekaligus peletak dasar-dasar sekolah pemikiran pada zaman modern juga menyebarkannya kepada manusia. Walau guru beliau Jamal Al-Afghani adalah sebagai orang pertama yang mengobarkan percikan pemikiran dalam jiwanya, akan tetapi Imam Muhammad Abduh sebagai mana diungkapkan Doktor. Mohammad Imarah, adalah seorang arsitektur terbesar dalam gerakan pembaharuan dan reformasi atau sekolah pemikiran modern. Melebihi guru beliu Jamaluddin Al-Afghani.
            Muhammad Abduh memiliki andil besar dalam perbaikan dan pembaharuan pemikiran Islam kontemporer. Telah banyak pembaharuan yang beliau lakukan diantaranya:
1.      Reformasi pendidikan
            Mohammad Abduh memulai perbaikannya melalui pendidikan. Menjadikan pendidikan sebagai sektor utama guna menyelamatkan masyarakat mesir. menjadikan perbaikan sistem pendidikan sebagai asas dalam mencetak muslim yang shaleh.
2.      Mendirikan lembaga dan yayasan sosial.
            Sepak terjang dalam perbaikan yang dilakukan Muhammad Abduh tidak hanya terbatas pada aspek pemerintahan saja seperti halnya perbaikan pendidikan dan Al-Azhar. Akan tetapi lebih dari itu hingga mendirikan beberapa lembaga-lembaga sosial. Diantaranya: Jamiâah khairiyah islamiyah,jami’ah ihya al-ulum al-arabiyah,dan juga jami’ah at-taqorrub baina al-adyan.
3.      Mendirikan sekolah pemikiran.
            Muhammad Abduh adalah orang pertama yang mendirikan sekolah pemikiran kontemporer. Yang memiliki dampak besar dalam pembaharuan pemikiran islam dan kebangkitan akal umat muslim dalam menghadapi musuh-musuh islam yang sedang dengan gencar menyerang umat muslim saat ini.



BAB III
KESIMPULAN
          Jadi demikian tentang ajaran muhammad abduh terkait dengan pemikirannya. Perjuangagan muhammad abduh sangat panjang, dimulai dari keluaraga tidak mampu dan akhirnya jadi orang besar. Insiatif beliau cukup  cerdas walaupun dalam memimpin beliau agak otoriter.  Dan dalam mengembangkan pemikirannya muhammad abduh mengambil beberapa asapek yaitu mendirikan reformasi pendidikan, mendirikan lembagaa sosial, mendirikan sekolah pemikiran dll. Mungkin masih sekali langkah yang ditempuh selain yang dipaparkan diatas.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1.        Nasution, Harun.1984.teologi Islam: Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan. Jakarta: UI-Press.
2.        Ridho, Muhammad Rashid. Tarikh al-Ustaadz  al-Imam Muhammad Abduh. Mesir: Al-Manar.
4.        Aziz, zhmad Amir. Pembarian Teologi Pespektif Modeernisme Muhammad Abduh dan neo Modernisme Fazlur Rohman. Yogyakarta: Teras

0 komentar:

Posting Komentar